KESEHATAN MENTAL
Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas mata
kuliah
“Bimbingan Konseling”
Disusun Oleh:
Jaenab (210613043)
Wiji Susanto (210613069)
Ulfatu Rohmah (210613066)
Dosen Pengampu:
Umi
Rohmah, M.Pd.I
JURUSAN
TARBIYAH
PENDIDIKAN
GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN)
PONOROGO
DESEMBER
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Kesehatan fisik maupun kesehatan mental sama –sama
penting diperhatikan. Tiadanya perhatian yang serius pada pemeliharaan
kesehatan mental dimasyarakat ini
menjadikan hambatan tersendiri bagi kesehatan secara keseluruhan. Hanya saja
karena faktor keadaan, dalam banyak hal kesehatan secara fisik lebih di
kedepankan dibandingkan kesehatan mental. Mengingat pentingnya persoalan kesehatan mental ini,
banyak bidang ilmu khusus yang mempelajari persoalan perilaku manusia, berbagai
bidang ilmu yang memberi porsi tersendiri
bagi studi kesehatan mental diantaranya dunia kedokteran, pendidikan,
psikologi, studi agama dan kesejahteraan sosial.
Kesehatan mental seseorang dipengaruhi oleh dua
faktor yaitu faktor internal dan faktor
eksternal, yang termasuk faktor internal antara lain kepribadian kondidsi
fisik, perkembangan dan kematangan kondisi psikologi, keberagaman, sikap,
menghadapi problem hidup. Adapun yang termasuk faktor eksternal antara lain:
keadaan ekonomi, budaya, dan kondisi lingkungan, baik lingkungan keluarga,
masyarakat, maupaun lingkungan pendidikan. Oleh karena itu, dalam makalah ini
akan membahas mengenai kesehatan mental dan segala sesuatu yang terkait dengan
kesehatan mental.
B.
RUMUSAN
MASALAH
1. Apa
yang dimaksud dengan kesehatan mental?
2. Bagaimana
ciri mental yang sehat?
3. Bagaimana
peran keluarga dalam memupuk kesehaan mental?
4. Bagaimana
bimbingan untuk mencapai kesehatan mental?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Kesehatan Mental
Secara
etimologis kata “mental” berasal dari kata lain yaitu ”mens” atau “mentis”
artinya roh, sukma, jiwa, atau nyawa. Didalam bahasa yunani kesehatan
terkandung dalam kata hygiene yang berarti ilmu kesehatan. Maka
kesehatan mental merupakan bagian dari hygine (ilmu kesehatan mental).
Dalam
pengertian sejarahnya pengertian kesehatan mental mengalami perkembanan sebagai
berikut:
a.
Kesehatan mental adalah terhindarnya
seseorang dari gangguan dan penyakit jiwa (neurosis dan psikosis) pengertian
ini terlihat sempit karena yang dimaksud
dengan orang yang sehat mentalnya adalah mereka
yang tidak terganggu dan
berpenyakit jiwanya. Namun demikian pengertian ini banyak mendapat sambutan dari kalangan psikiater.
b.
Kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan
dirinya sendiri, dengan orang lain dengan masyarakat serta lingkungan dimana ia
hidup. Pengertian ini lebih luas dan umum ,karena telah dihubugkan dengan
kehidupan social secara menyeluruh dengan kemampuan penyesuaian diri, diharapkan
akan menimbulkan ketentraman dan
kebahagiaan hidup.[1]
c.
Terwujudnya keharmonisan yang sungguh
sungguh antara fungsi-fungsi jiwa serta
mempunyai kesanggupan untuk mengatasi problem yang biasa terjadi serta terhindar dari kegelisahan dan
pertentangan batin.
d.
Pengetahuan dan perbuatan yang bertjuan
untuk mengembangkan dan meningkatkan potensi, bakar dan pembawaan semaksimal
mungkin, sehingga membawa kebahagiaan diri dan orang lain, terhindar dari
gangguan penyakit jiwa.
Dari
pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa orang yang sehat mentalnya
adalah orang yang terhindar dari
gangguan dan penyakit jiwa, maupun menyesuaikan diri sanggup menghadapi
masalah-masalah dan kegoncangan yang biasa adanya keserasian fungsi jiwa, dan
merasa bahwa dirinya berharga ,berguna dan berbahagia serta dapat menggunakan
potensi-potensi yang ada semaksimal mungkin.
Kesehatan
mental merupakan kondisi kejiwaan manusia yang harmonis. Seseorang memiliki
jiwa yang sehat apabila perasaan, pikiran, maupun fisiknya juga sehat. Jiwa
mental yang sehat keselarasan
kondisi fisik dan psikis seseorang akan
terjaga. Ia tidak akan mengalami kegoncanagn, kekacauan jiwa (stres), frustasi, atau penyakit
kejiwanaan lainya. Dengan kata lain
orang yang memiliki kecerdasan baik secara intelektul, emosional maupun
spiritual pada umumnya adalah pribadi yang normal dan memiliki mental yang
sehat. Orang yang metalnya sehat adalah mereka yang memiliki ketenanagn batin
dan kesegaran jasmani. [2]
Kesehatan
mental pada manusia itu dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor
internal adalah factor yang berasal dari dalam diri seorang seperti, sifat,
bakat, keturunan dan sebagainya. Contohnya sifat yaitu, seperti sifat jahat,
baik, pemarah, dengki, iri, pemalu, pemberani, dan lain sebagainya. Contoh
bakat yaitu bakat melukis, bermain, music, menciptakan lagiu, acting dan
lain-lain. Sedangkan aspek keturunan seperti, keturunan emosi, intelektualitas,
potensi diri dan sebagainya. Factor eksternal merupakan factor yang berada di
luar diri seseorang yang dapat mempengaruhi mental seseorang. Lingkungan
eksternal yang paling dekat dengan manusia adalah keluarga, seperti orang tua,
anak, istri, kakak, adik, kakek dan nenek. Factor luar yang berpengaruh yaitu seperti
hokum, politik, social budaya, agama, pemerintah, pendidikan, pekerjaan,
masyarakat dan sebagainya. Factor eksternal yang baik dapat menjaga mental
seseorang namun factor eksternal yang buruk tidak baik dapat berpotensi
menimbulkan mental yang tidak sehat. Keduanya saling mempengaruhi dan dapat
menyebabkan mental yang sakit sehingga bisa menyebabkan gangguan jiwa dan
penyakit jiwa. [3]
B.
Ciri-ciri
Mental yang Sehat
Untuk
memahami jiwa yang sehat dapat diketahui dari berapa ciri seseorang yang memiliki
mental yang sehat. Dari Organisasi Kesehatan Dunia pada tahun 1959 memberikan
batasan mental yang sehat adalah sebagai
berikut:
1. Dapat
menyesuaikan diri secara konstruktif pada kenyataan meskipun kenyatan itu buruk
baginya;
2. Memperoleh
kepuasan dan hasil jerih payah usahanya;
3. Merasa
lebih puas memberi dari pada menerima;
4. Secara
relative bebas dari rasa tegang dan cemas;
5. Berhubungan
dengan orang lain tolong menolong dan saling memuaskan;
6. Menerima
kekecewaan untuk dipakainya sebagai pelajaran dikemudian hari;
7. Menjuruskan
rasa permusuhan kepada penyeleseian yang kreatif dan konstruktif;
8. Mempunyai
rasa kasih sayang yang benar.
Kriteria tersebut disempurnakan dengan
menambah satu elemen spiritual (agama). Sehingga kesehatan mental ini bukan
sehat dari segi fisik, psikologis, dan sosial saja melainkan juga sehat dalam
arti spiritual. [4]Dan
tidak kalah pentingnya dalam memahami prinsip-prinsip kesehatan mental, yang
dimaksud prinsip-prinsip kesehatan mental adalah dasar yang harus ditegakkan
orang dalam dirinya untuk mendapatkan kesehatan mental yang baik serta
terhindar dari gangguan kejiwaan. Prinsip-prinsip tersebut adalah:
a)
Mempunyai self image (gambaran diri) dan
sikap terhadap diri sendiri yang positif;
b)
Memiliki interaksi diri atau
keseimbangan fungsi-fungsi jiwa dalam menghadapi problem hidup termasuk stress;
c)
Mampu mengaktualisasikan secara optimal,
guna berproses mencapai kematangan;
d) Mampu
bersosialisasi dan menerima kehadiran orang lain;
e)
Menemukan minat dan kepuasan atas pekerjaan yang dilakukan;
f)
Memiliki falsafah atau agama yang dapat
memberikan makna dan tujuan bagi hidupnya.[5]
C. Peranan
Keluarga dalam Memupuk Kesehatan Mental
Keluarga
adalah salah satu faktor yang dapat menentukan kondisi sosial paling utama. Keluarga
merupakn unit terkecil yang memberikan pondasi primer bagi perkembangan anak,
juga memberikan pengaruh dan pembentukan kepribadian dan watak anak.
Pembentukan kepribadian ini terpengaruh dari pengkondisian kebiasaan orang tua
dalam kehidupan sehari-hari.
Proses
pengkondisian ini tercermin pada
perilaku orang tua yang terpuji dan luhur yang pada umumnya akan menjadi garis
pembimbing bagi pola tingkah laku anak
mereka. Pengaruh kebiasaan sikap hidup dan filsafat keluhan terhadap
pembentukan sikap dan perilaku anggota keluarga.
Sebab-sebab munculnya
ketidaksehatan mental pada anak antara lain:
1.
Pengabdian pendidikan pada anak hal ini
muncul karena orang tua yang selalu sibuk
mengurusi permasalahan dan konflik-konflik sendiri sehingga anak kurang
mendapat perhatian dalam pendidikan dan kasih sayangnya.
2.
pengabdian psikofisik anak, kebutuhan
fisik maupun psikis anak menjadi tidak
terpenuhi ,mereka menjadi semakin kecewa dan merasa diabaikan sehingga
keinginan dan harapan anak tidak
terpenuhi
3.
Pengabdian moral anak hal ini muncul
karena akibat anak yang kurang mendapatkan latihan fisik dan mental ,padahal
sangat dibutuhakan dalam hidup, tidak mengenal susila, tanggung jawab serta
disiplin hidup. Anak tidak memiliki kemauan yang kuat dan dan emosinya
dibiarkan tanpa kendali sehingg anak tidak memiliki control diri dan integrasi
diri.
Selain
itu diantara ciri-ciri keluarga yang mengakibatkan cacat mental pada
anak-anaknya antara lain:
a)
Keluarga yang menuntut total kepatuhan
anak, sebagai wujud kekuasaan serta keinginan orang tua terhadap anak bisa mengakibatkan
anak gangguan jiwa pada anak serta sakit dan anak menjadi neurotic. Anak akan
bisa diterima dan disayang oleh orang tuanya
jika mau menuruti dan tunduk pada perintah serta mau menjahui semua larangan
dari orang tua.
b)
Dominasi dan kekuasaan mutlak serta
otoriter orang tua menimbulkan agresi
pada diri anak, karena dominasi yang dipaksa-paksakan anak tidak pernah mampu menemukan
jalan hidupnya sendiri, kemudain timbul agresi dan penolakan pada anak dan
berlangsunglah banyak konflik intra psikis (antara kepatuahan total untuk
merebut kasih sayang orang tua melawan
keinginan untuk memberontak, bebas dan mandiri.
c)
Pengaruh ayah yang bertentangan denagn
pengaruh ibu, khususnya yang berkaitan dengan perbedaan pada pendirian prinsip
dan pandangan hidup, juga berbeda dalam menempuh jalan hidup. Anak akan
memalsukan realita yang ada dan merespon secara tidak wajar.
d) Pola
hidup orang tua yang berantakan, tidak konstan tidak stabil dalam emosi,
fikiran, kemauan dan tingkah lakunya. Apabila ayah dan ibu berbeda simpati dan
empatinya, setiap hari saling mencaci maki serta melibatkan anak-anaknya, maka
pada diri anak pasti akan berlangsung proses identifikasian yang menjerumus
pada keterbelahan jiwa.
Sebaliknya kondisi- kondisi keluaraga
yang bisa membentuk perkembangan jiwa yang sehat pada anak antara lain:
1.
Keluarga juga bisa menentukan anak untuk
bertanggung jawab dan belajar menemukan jalan hidupnya sendiri dalam berfikir
dan memecahkan masalah ditengah keluarga sampai masalah-masalah dalam
masyarakat;
2.
Orang tua bisa bersikap toleran terhadap
implus keinginan dan emosi anak-anaknya
serta memberikan bimbingan penyalurannya dengan sehat;
3.
Adanya identifiksi anak yang sehat
terhadap orang tua guna memperkuat
kepribadian anak;
4.
Orang tua mampu membimbing anak menentukan
sikap sendiri, Membuat rencana hidup yang realitas dan memilih tujuan final
hidup sehingga anak mampu berdiri diatas kaki sendiri dan mampu
membangun diri sendiri;
5.
Orang tua memberikan contoh sikap hidup
dan perilaku yang baik, berani menghadapi kesulitan dengan tekat yang besar.[6]
D. Bimbingan
Untuk Mencapai Kesehatan Mental
1. Berusaha
memahami pribadi individu
Setiap pribadi itu
merupakan satu unitas multipleks (totalitas
kepribadian yang rumit dan kompleks) dengan ciri-cirinya yang khas. Masing-masing
mempunyai cara dan respon yang khusus dalam menanggapi kesulitan hidupnaya.
Karena itu selidikilah pribadi itu, apakah ia normal atau seorang yang lemah
ingatan, atau seorang yang aneh ekstrinsik.
2. Mencari sebab-sebab timbulnya frustasi
Jika
seseorang mempunyai cacat jasmaniah, marilah kita usahakan menolong dengan
jalan menumbuhkan rasa harga diri dan rasa kepercayaan diri yang besar. Dalam
menghadapi kesulitan hidupnya sejak masa kekanak-kanakan orang harus diajar dan
dibiasakan pada saat-saat tertentu biar menjadi pengalah yang baik. Ia harus
mampu atau bersedia mengalah, sabar dan tekun berusaha tanpa disertai
konflik-konflik batin serius pada dirinya.
3. Membuat
Rencana Kerja untuk Mendapatkan Pengalaman Positif
Hendaknya
dikurangi persaingan-persainagan yang sifatnya perorangan. Sebagai gantinya
kita menyibukkan diri secara positif dengan kerjasama dengan kegiatan–kegiatan
yang bisa menumbuhksn persaingan sehat secara kelompok. Semua peristiwa tadi
untuk menumbuhkan rasa solidaritas, sosialitas, dan rasa kegotong-royongan
(yang terasa amat kurang dalam zaman modern yang serba materialistis dan
individualistis ini).
4. Memberikan
Cinta Kasih dan Simpati Secukupnya
Penyelidikan
dan eksperimen-eksperimen menunjukkan bahwa anak-anak yang sejak masa bayinya
memperoleh pemeliharaan berdasrkan cinta kasih dan kemesraan akan tumbuh
menjadi pribadi yang lebih stabil dari pada anak-anak yang tidak pernah
mendapatkan cinta kasih.
5. Menggunakan
Mekanisme Penyeleseian yang Positif
Jika seseorang mengalami
kekalutan mental usahakanlah agar ia dapat menyeleseikan konflik-konflik
batinya dengan menggunakan mekanisme pemecahan antar lain:
a. Melakukan
subtitusi :merubah rasa-rasa yang negative dalam bentuk tingkah laku yang
positif ,kreatif dan aktif.
b. Melakukan
sublimasi:Merubah rasa egois egosentrisme serta dorongan- dorongan yang
rendah lainay kedalam bentuk tingkah
laku yang lebih terpuji yang lebih mulia serta sesuai dengan harkat manusia
berbudaya
c. Resignation
atau resignasi: Tawakal dan pasrah kepada ilahi bisa menerima dengan tenang
masalah yang sedang dihadapi
d. Berfikir
secara mendalam dan mawas diri dengan jalan mengadakan distansi terhadap
segenap realitas yang tengah dihadapi
e. Melakukan
kompetensi : kegagalan dan kekalahan dalam salah satu bidang supaya diimbangi
dengan usha untuk mencapai sukses dalam bidang lain dengan jalan usaha lebih
giat lagi.
6. Menanamkan nilai-nilai Spiritual dan keagamaan
Nilai
–nilai spiritual dan renungan-renungan
tentang hakekat abadi atau ilahi (hidup beragam)itu bisa memberikan kekuatan dan stabilitas bagi kehidupan
manusia. Nilai-nilai metafisik dan memberikan kemampuan atau daya tahan dan
tambahan energi untuk berjuang. [7]
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
1. Orang
yang sehat mentalnya adalah orang yang
terhindar dari gangguan dan penyakit jiwa, maupun menyesuaikan diri sanggup
menghadapi masalah-masalah dan kegoncangan yang biasa adanya keserasian fungsi
jiwa, dan merasa bahwa dirinya berharga ,berguna dan berbahagia serta dapat
menggunakan potensi-potensi yang ada semaksimal mungkin.
2. Ciri-ciri
mental yang sehat antara lain: dapat menyesuaikan diri secara konstruktif pada
kenyataan meskipun kenyatan itu buruk baginya; memperoleh kepuasan dan hasil
jerih payah usahanya; merasa lebih puas memberi dari pada menerima, dsb. Kriteria
tersebut disempurnakan dengan menambah satu elemen spiritual (agama).
3. Keluarga
adalah salah satu faktor yang dapat menentukan kondisi sosial paling utama. Keluarga
merupakn unit terkecil yang memberikan pondasi primer bagi perkembangan anak,
juga memberikan pengaruh dan pembentukan kepribadian dan watak anak.
Pembentukan kepribadian ini terpengaruh dari pengkondisian kebiasaan orang tua
dalam kehidupan sehari-hari.
4. Bimbingan Untuk Mencapai Kesehatan Mental
a.
Berusaha memahami pribdi individu.
b.
Mencari sebab-sebab timbulnya frustasi
c.
Membuat Rencana Kerja untuk Mendapatkan
Pengalaman Positif
d.
Menggunakan Mekanisme Penyeleseian yang
Positif
e.
Memberikan Cinta Kasih dan Simpati
Secukupnya
DAFTAR
PUSTAKA
file:///C:/Users/Acer/Downloads/CONTOH%20MAKALAH%20KESEHATAN%20MENTAL_Pengertian%20Kesehatan%20Mental%20_%20MATERI%20KESEHATAN.html (diakses pada hari Kamis, 17
Desember 2015, pukul 09.30)
Rohmah,umi, Bimbingan dan konseling,ponorogo:Stain
po perss,2011
[1] Umi Rohmah, Bimbingan dan Konseling (Ponorogo: STAIN Po PRESS, 2011), 157
[2] Ibid, 158-159.
[3]file:///C:/Users/Acer/Downloads/CONTOH%20MAKALAH%20KESEHATAN%20MENTAL_Pengertian%20Kesehatan%20Mental%20_%20MATERI%20KESEHATAN.html (diakses pada hari Kamis, 17
Desember 2015, pukul 09.30)
[4] Umi Rohmah, Bimbingan Konseling, 159.
[5] Ibid, 160.
[6] Ibid, 165-168.
[7]
Ibid, 169-172.