Minggu, 03 Januari 2016

Makalah Kesehatan Mental


KESEHATAN MENTAL
Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah
“Bimbingan Konseling”


Disusun Oleh:
Jaenab                   (210613043)
Wiji Susanto          (210613069)
Ulfatu Rohmah     (210613066)

Dosen Pengampu:
Umi Rohmah, M.Pd.I

JURUSAN TARBIYAH
PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
 SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PONOROGO
DESEMBER 2015



BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Kesehatan fisik maupun kesehatan mental sama –sama penting diperhatikan. Tiadanya perhatian yang serius pada pemeliharaan kesehatan mental  dimasyarakat ini menjadikan hambatan tersendiri bagi kesehatan secara keseluruhan. Hanya saja karena faktor keadaan, dalam banyak hal kesehatan secara fisik lebih di kedepankan dibandingkan kesehatan mental. Mengingat  pentingnya persoalan kesehatan mental ini, banyak bidang ilmu khusus yang mempelajari persoalan perilaku manusia, berbagai bidang ilmu yang memberi porsi tersendiri  bagi studi kesehatan mental diantaranya dunia kedokteran, pendidikan, psikologi, studi agama dan kesejahteraan sosial.
Kesehatan mental seseorang dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan  faktor eksternal, yang termasuk faktor internal antara lain kepribadian kondidsi fisik, perkembangan dan kematangan kondisi psikologi, keberagaman, sikap, menghadapi problem hidup. Adapun yang termasuk faktor eksternal antara lain: keadaan ekonomi, budaya, dan kondisi lingkungan, baik lingkungan keluarga, masyarakat, maupaun lingkungan pendidikan. Oleh karena itu, dalam makalah ini akan membahas mengenai kesehatan mental dan segala sesuatu yang terkait dengan kesehatan mental.

B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Apa yang dimaksud dengan kesehatan mental?
2.      Bagaimana ciri mental yang sehat?
3.      Bagaimana peran keluarga dalam memupuk kesehaan mental?
4.      Bagaimana bimbingan untuk mencapai kesehatan mental?



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Kesehatan Mental
Secara etimologis kata “mental” berasal dari kata lain yaitu ”mens” atau “mentis” artinya roh, sukma, jiwa, atau nyawa. Didalam bahasa yunani kesehatan terkandung dalam kata hygiene yang berarti ilmu kesehatan. Maka kesehatan mental merupakan bagian dari hygine (ilmu kesehatan mental).
Dalam pengertian sejarahnya pengertian kesehatan mental mengalami perkembanan sebagai berikut:
a.     Kesehatan mental adalah terhindarnya seseorang dari gangguan dan penyakit jiwa (neurosis dan psikosis) pengertian ini terlihat  sempit karena yang dimaksud dengan orang yang sehat mentalnya adalah mereka  yang tidak terganggu  dan berpenyakit jiwanya.  Namun demikian  pengertian ini banyak mendapat  sambutan dari kalangan psikiater.
b.     Kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan dirinya sendiri, dengan orang lain dengan masyarakat serta lingkungan dimana ia hidup. Pengertian ini lebih luas dan umum ,karena telah dihubugkan dengan kehidupan social secara menyeluruh  dengan kemampuan penyesuaian diri, diharapkan akan menimbulkan ketentraman  dan kebahagiaan hidup.[1]
c.      Terwujudnya keharmonisan yang sungguh sungguh antara fungsi-fungsi jiwa  serta mempunyai kesanggupan untuk mengatasi problem yang biasa terjadi  serta terhindar dari kegelisahan dan pertentangan batin.
d.     Pengetahuan dan perbuatan yang bertjuan untuk mengembangkan dan meningkatkan potensi, bakar dan pembawaan semaksimal mungkin, sehingga membawa kebahagiaan diri dan orang lain, terhindar dari gangguan penyakit jiwa.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa orang yang sehat mentalnya adalah  orang yang terhindar dari gangguan dan penyakit jiwa, maupun menyesuaikan diri sanggup menghadapi masalah-masalah dan kegoncangan yang biasa adanya keserasian fungsi jiwa, dan merasa bahwa dirinya berharga ,berguna dan berbahagia serta dapat menggunakan potensi-potensi yang ada semaksimal mungkin.
Kesehatan mental merupakan kondisi kejiwaan manusia yang harmonis. Seseorang memiliki jiwa yang sehat apabila perasaan, pikiran, maupun fisiknya juga sehat. Jiwa mental yang sehat  keselarasan kondisi  fisik dan psikis seseorang akan terjaga. Ia tidak akan mengalami kegoncanagn, kekacauan  jiwa (stres), frustasi, atau penyakit kejiwanaan lainya.  Dengan kata lain orang yang memiliki kecerdasan baik secara intelektul, emosional maupun spiritual pada umumnya adalah pribadi yang normal dan memiliki mental yang sehat. Orang yang metalnya sehat adalah mereka yang memiliki ketenanagn batin dan kesegaran jasmani. [2]
Kesehatan mental pada manusia itu dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah factor yang berasal dari dalam diri seorang seperti, sifat, bakat, keturunan dan sebagainya. Contohnya sifat yaitu, seperti sifat jahat, baik, pemarah, dengki, iri, pemalu, pemberani, dan lain sebagainya. Contoh bakat yaitu bakat melukis, bermain, music, menciptakan lagiu, acting dan lain-lain. Sedangkan aspek keturunan seperti, keturunan emosi, intelektualitas, potensi diri dan sebagainya. Factor eksternal merupakan factor yang berada di luar diri seseorang yang dapat mempengaruhi mental seseorang. Lingkungan eksternal yang paling dekat dengan manusia adalah keluarga, seperti orang tua, anak, istri, kakak, adik, kakek dan nenek. Factor luar yang berpengaruh yaitu seperti hokum, politik, social budaya, agama, pemerintah, pendidikan, pekerjaan, masyarakat dan sebagainya. Factor eksternal yang baik dapat menjaga mental seseorang namun factor eksternal yang buruk tidak baik dapat berpotensi menimbulkan mental yang tidak sehat. Keduanya saling mempengaruhi dan dapat menyebabkan mental yang sakit sehingga bisa menyebabkan gangguan jiwa dan penyakit jiwa. [3]

B.     Ciri-ciri Mental yang Sehat
Untuk memahami jiwa yang sehat dapat diketahui dari berapa ciri seseorang yang memiliki mental yang sehat. Dari Organisasi Kesehatan Dunia pada tahun 1959 memberikan batasan  mental yang sehat adalah sebagai berikut:
1.      Dapat menyesuaikan diri secara konstruktif pada kenyataan meskipun kenyatan itu buruk baginya;
2.      Memperoleh kepuasan dan hasil jerih payah usahanya;
3.      Merasa lebih puas memberi dari pada menerima;
4.      Secara relative bebas dari rasa tegang dan cemas;
5.      Berhubungan dengan orang lain tolong menolong dan saling memuaskan;
6.      Menerima kekecewaan untuk dipakainya sebagai pelajaran dikemudian hari;
7.      Menjuruskan rasa permusuhan kepada penyeleseian yang kreatif dan konstruktif;
8.      Mempunyai rasa kasih sayang yang benar.
Kriteria tersebut disempurnakan dengan menambah satu elemen spiritual (agama). Sehingga kesehatan mental ini bukan sehat dari segi fisik, psikologis, dan sosial saja melainkan juga sehat dalam arti spiritual. [4]Dan tidak kalah pentingnya dalam memahami prinsip-prinsip kesehatan mental, yang dimaksud prinsip-prinsip kesehatan mental adalah dasar yang harus ditegakkan orang dalam dirinya untuk mendapatkan kesehatan mental yang baik serta terhindar dari gangguan kejiwaan. Prinsip-prinsip tersebut  adalah:
a)        Mempunyai self image (gambaran diri) dan sikap terhadap  diri sendiri yang positif;
b)        Memiliki interaksi diri atau keseimbangan fungsi-fungsi jiwa dalam menghadapi problem hidup  termasuk stress;
c)        Mampu mengaktualisasikan secara optimal, guna berproses  mencapai kematangan;
d)       Mampu bersosialisasi dan menerima kehadiran orang lain;
e)        Menemukan minat dan kepuasan  atas pekerjaan yang dilakukan;
f)         Memiliki falsafah atau agama yang dapat memberikan makna dan tujuan bagi hidupnya.[5]

C.    Peranan Keluarga dalam Memupuk Kesehatan Mental
Keluarga adalah salah satu faktor yang dapat menentukan kondisi sosial paling utama. Keluarga merupakn unit terkecil yang memberikan pondasi primer bagi perkembangan anak, juga memberikan pengaruh dan pembentukan kepribadian dan watak anak. Pembentukan kepribadian ini terpengaruh dari pengkondisian kebiasaan orang tua dalam kehidupan sehari-hari.
Proses pengkondisian ini tercermin  pada perilaku orang tua yang terpuji dan luhur yang pada umumnya akan menjadi garis pembimbing bagi  pola tingkah laku anak mereka. Pengaruh kebiasaan sikap hidup dan filsafat keluhan terhadap pembentukan sikap dan perilaku anggota keluarga.
Sebab-sebab munculnya ketidaksehatan mental pada anak antara lain:
1.             Pengabdian pendidikan pada anak hal ini muncul karena orang tua yang selalu sibuk  mengurusi permasalahan dan konflik-konflik sendiri sehingga anak kurang mendapat perhatian dalam pendidikan dan kasih sayangnya.
2.             pengabdian psikofisik anak, kebutuhan fisik  maupun psikis anak menjadi tidak terpenuhi ,mereka menjadi semakin kecewa dan merasa diabaikan sehingga keinginan  dan harapan anak tidak terpenuhi
3.             Pengabdian moral anak hal ini muncul karena akibat anak yang kurang mendapatkan latihan fisik dan mental ,padahal sangat dibutuhakan dalam hidup, tidak mengenal susila, tanggung jawab serta disiplin hidup. Anak tidak memiliki kemauan yang kuat dan dan emosinya dibiarkan tanpa kendali sehingg anak tidak memiliki control diri dan integrasi diri.

Selain itu diantara ciri-ciri keluarga yang mengakibatkan cacat mental pada anak-anaknya antara lain:
a)        Keluarga yang menuntut total kepatuhan anak, sebagai wujud kekuasaan serta keinginan orang tua terhadap anak bisa mengakibatkan anak gangguan jiwa pada anak serta sakit dan anak menjadi neurotic. Anak akan bisa  diterima dan disayang oleh orang tuanya jika mau menuruti dan tunduk pada perintah serta mau menjahui semua larangan dari orang tua.
b)        Dominasi dan kekuasaan mutlak serta otoriter orang tua menimbulkan  agresi pada diri anak, karena dominasi yang dipaksa-paksakan anak tidak pernah mampu menemukan jalan hidupnya sendiri, kemudain timbul agresi dan penolakan pada anak dan berlangsunglah banyak konflik intra psikis (antara kepatuahan total untuk merebut kasih sayang orang  tua melawan keinginan untuk memberontak, bebas dan mandiri.
c)        Pengaruh ayah yang bertentangan denagn pengaruh ibu, khususnya yang berkaitan dengan perbedaan pada pendirian prinsip dan pandangan hidup, juga berbeda dalam menempuh jalan hidup. Anak akan memalsukan realita yang ada dan merespon secara tidak wajar.
d)       Pola hidup orang tua yang berantakan, tidak konstan tidak stabil dalam emosi, fikiran, kemauan dan tingkah lakunya. Apabila ayah dan ibu berbeda simpati dan empatinya, setiap hari saling mencaci maki serta melibatkan anak-anaknya, maka pada diri anak pasti akan berlangsung proses identifikasian yang menjerumus pada keterbelahan jiwa.
Sebaliknya kondisi- kondisi keluaraga yang bisa membentuk perkembangan jiwa yang sehat pada anak antara lain:
1.        Keluarga juga bisa menentukan anak untuk bertanggung jawab dan belajar menemukan jalan hidupnya sendiri dalam berfikir dan memecahkan masalah ditengah keluarga sampai masalah-masalah dalam masyarakat;
2.        Orang tua bisa bersikap toleran terhadap implus  keinginan dan emosi anak-anaknya serta memberikan bimbingan penyalurannya dengan sehat;
3.        Adanya identifiksi anak yang sehat terhadap orang tua guna     memperkuat kepribadian anak;
4.        Orang tua mampu membimbing anak menentukan sikap sendiri, Membuat rencana hidup yang realitas dan memilih tujuan final hidup  sehingga anak mampu  berdiri diatas kaki sendiri dan mampu membangun diri sendiri;
5.        Orang tua memberikan contoh sikap hidup dan perilaku yang baik, berani menghadapi kesulitan dengan tekat yang besar.[6]

D.    Bimbingan Untuk Mencapai Kesehatan Mental
1.      Berusaha memahami pribadi individu
Setiap pribadi itu merupakan satu unitas multipleks (totalitas kepribadian yang rumit dan kompleks) dengan ciri-cirinya yang khas. Masing-masing mempunyai cara dan respon yang khusus dalam menanggapi kesulitan hidupnaya. Karena itu selidikilah pribadi itu, apakah ia normal atau seorang yang lemah ingatan, atau seorang yang aneh ekstrinsik.
2.       Mencari sebab-sebab timbulnya frustasi
Jika seseorang mempunyai cacat jasmaniah, marilah kita usahakan menolong dengan jalan menumbuhkan rasa harga diri dan rasa kepercayaan diri yang besar. Dalam menghadapi kesulitan hidupnya sejak masa kekanak-kanakan orang harus diajar dan dibiasakan pada saat-saat tertentu biar menjadi pengalah yang baik. Ia harus mampu atau bersedia mengalah, sabar dan tekun berusaha tanpa disertai konflik-konflik batin serius pada dirinya.
3.      Membuat Rencana Kerja untuk Mendapatkan Pengalaman Positif
Hendaknya dikurangi persaingan-persainagan yang sifatnya perorangan. Sebagai gantinya kita menyibukkan diri secara positif dengan kerjasama dengan kegiatan–kegiatan yang bisa menumbuhksn persaingan sehat secara kelompok. Semua peristiwa tadi untuk menumbuhkan rasa solidaritas, sosialitas, dan rasa kegotong-royongan (yang terasa amat kurang dalam zaman modern yang serba materialistis dan individualistis ini).
4.      Memberikan Cinta Kasih dan Simpati Secukupnya
Penyelidikan dan eksperimen-eksperimen menunjukkan bahwa anak-anak yang sejak masa bayinya memperoleh pemeliharaan berdasrkan cinta kasih dan kemesraan akan tumbuh menjadi pribadi yang lebih stabil dari pada anak-anak yang tidak pernah mendapatkan cinta kasih.
5.      Menggunakan Mekanisme Penyeleseian yang Positif
Jika seseorang mengalami kekalutan mental usahakanlah agar ia dapat menyeleseikan konflik-konflik batinya dengan menggunakan mekanisme pemecahan antar lain:
a.    Melakukan subtitusi :merubah rasa-rasa yang negative dalam bentuk tingkah laku yang positif ,kreatif dan aktif.
b.    Melakukan sublimasi:Merubah rasa egois egosentrisme serta dorongan- dorongan yang rendah  lainay kedalam bentuk tingkah laku yang lebih terpuji yang lebih mulia serta sesuai dengan harkat manusia berbudaya
c.    Resignation atau resignasi: Tawakal dan pasrah kepada ilahi bisa menerima dengan tenang masalah yang sedang dihadapi
d.   Berfikir secara mendalam dan mawas diri dengan jalan mengadakan distansi terhadap segenap realitas yang tengah dihadapi
e.    Melakukan kompetensi : kegagalan dan kekalahan dalam salah satu bidang supaya diimbangi dengan usha untuk mencapai sukses dalam bidang lain dengan jalan usaha lebih giat lagi.
6.      Menanamkan nilai-nilai Spiritual dan keagamaan
Nilai –nilai spiritual  dan renungan-renungan tentang hakekat abadi atau ilahi (hidup beragam)itu bisa memberikan  kekuatan dan stabilitas bagi kehidupan manusia. Nilai-nilai metafisik dan memberikan kemampuan atau daya tahan dan tambahan energi untuk berjuang.  [7]





BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
1.      Orang yang sehat mentalnya adalah  orang yang terhindar dari gangguan dan penyakit jiwa, maupun menyesuaikan diri sanggup menghadapi masalah-masalah dan kegoncangan yang biasa adanya keserasian fungsi jiwa, dan merasa bahwa dirinya berharga ,berguna dan berbahagia serta dapat menggunakan potensi-potensi yang ada semaksimal mungkin.
2.      Ciri-ciri mental yang sehat antara lain: dapat menyesuaikan diri secara konstruktif pada kenyataan meskipun kenyatan itu buruk baginya; memperoleh kepuasan dan hasil jerih payah usahanya; merasa lebih puas memberi dari pada menerima, dsb. Kriteria tersebut disempurnakan dengan menambah satu elemen spiritual (agama).
3.      Keluarga adalah salah satu faktor yang dapat menentukan kondisi sosial paling utama. Keluarga merupakn unit terkecil yang memberikan pondasi primer bagi perkembangan anak, juga memberikan pengaruh dan pembentukan kepribadian dan watak anak. Pembentukan kepribadian ini terpengaruh dari pengkondisian kebiasaan orang tua dalam kehidupan sehari-hari.
4.      Bimbingan Untuk Mencapai Kesehatan Mental
a.          Berusaha memahami pribdi individu.
b.         Mencari sebab-sebab timbulnya frustasi
c.          Membuat Rencana Kerja untuk Mendapatkan Pengalaman Positif
d.         Menggunakan Mekanisme Penyeleseian yang Positif
e.          Memberikan Cinta Kasih dan Simpati Secukupnya




DAFTAR PUSTAKA

Rohmah,umi, Bimbingan dan konseling,ponorogo:Stain po perss,2011












[1] Umi Rohmah, Bimbingan dan Konseling (Ponorogo: STAIN Po PRESS, 2011), 157
[2] Ibid, 158-159.
[4] Umi Rohmah, Bimbingan Konseling, 159.
[5] Ibid, 160.
[6] Ibid, 165-168.
[7] Ibid, 169-172.

2 komentar:

  1. Mirisnya isu kesehatan mental masih melekat stigma negatif bagi kebanyakan masyarakat Indonesia, jadi bagi yang mengalami penyakit mental merasa minder saat mau menggunakan layanan kesehatan mental. Tapi katanya dengan membaca artikel psikoedukasi secara intensif mampu menurunkan stigma sosial dan pribadi yang disematkan pada pengguna layanan kesehatan mental secara signifikan. Ini penelitiannya.

    BalasHapus